Psikologi Cinta

01.34



Variasi Cinta

Karena cinta sangat penting bagi emosi well-being, maka akan mengherankan bahwa perbandingan penelitian kecil dipilih secara ekslusif terhadap cinta. Sebagaimana yang kita lihat, bagaimanapun, penelitian yang dilakukan mempertimbangkan apa yang membuat orang puas dengan hubungan mereka dan faktor apa yang sekiranya bisa diprediksi stabilitas hubungannya. Beberapa perspektif teoritis pada tipe dan variasi cinta akan sangat membantu dalam memahami segala teka-teki emosi ini.

Michael Barnes dan Robert Sternberg (1997), mengelompokkan perspektif cinta kedalam teori cinta secara eksplisit dan implisit. Perspektif yang mencoba untuk menganalisa cinta ke elemen-elemen inti maupun dimensi-dimensi, dimasukkan dalam kelompok teori eksplisit. Tidak mengherankan, beberapa dari perspektif mengenai cinta digambarkan sebagai dimensi tunggal. Diantara yang pertama kali menunjukkan cinta dengan cara seperti ini adalah Freud. Dia melihat cinta sebagai sebuah fenomena tunggal (Freud, 1921/1952). Pada intinya, cinta merupakan suatu emosi yang memiliki variasi bagian. Menurut teori Freud, usaha apapun untuk memperburuk cinta ke dalam bagian pokok akan memusnahkan pengalaman inti. Ketika beberapa penelitian mendukung teori cinta dengan dimensi tunggal (lihat Barnes & Sternberg, 1997), kebanyakan perspektif cinta menggambarkan hal tersebut sebagai pengalaman multidimensional.

Teori Cinta Dua Faktor

Perspektif multidimensional pertama yang akan didiskusikan adalah teori cinta dua faktor (lihat Hatfield, 1988; Barnes & Sternberg, 1997). Beberapa peneliti mengemukakan dua faktor: passionate love dan companionate love. Mereka melihat dua elemen ini sebagai elemen cinta primer dan fundamental dan dari mereka dapat diperoleh semua variasi cinta yang dialami orang, baik yang buruk maupun yang baik. Passionate love yakni intensitas yang lebih lama dengan yang dicintai. Companion love seringkali menjadi bagian yang terlepas dari cinta yang terkumpul dengan afeksi, hubungan pertemanan, pertemanan dan komitmen jangka panjang terhadap sebuah hubungan. Menariknya, Elaine Hatfield (1988) percaya bahwa ekstaksi dan kesengsaraan secara intansif merupakan perasaan passionate love saat pengalaman bersenang-senang dapat memperdalam companionate love.

Teori Cinta Multifaktor

Gaya Cinta

Teori cinta multidimensional selanjutnya adalah love style dari Susan dan Clyde Hendrick. Mereka mengembangkannya dari John Alan Lee untuk menciptakan enam gaya cinta (Hendrick & Hendrick, 1992):

1. Eros. Merupakan passionate love atau pengalaman cinta yang menarik seseorang dengan tarikan yang sangat kuat dan sebuah hasrat untuk memberikan fokus yang eksklusif terhadap perhatian orang tersebut.
2. Ludus. Gaya ini menggambarkan sebagai “game playing” cinta. Ludus ini merupakan gaya dimana hubungan terlihat sebagai jalan untuk bermain dengan perasaan afeksi dan daya tarik.
3. Storge. Sebuah kata yang terdengar cukup membosankan yang digunakan untuk menggambarkan tipe cinta yang memiliki afeksi dan kedekatan utama namun tidak selalu menggairahkan. Storge ini berhubungan dengan komitmen jangka panjang dan berkualitas yang membuat hubungan harus dipertahankan.
4. Pragma. Gaya ini menggambarkan pendekatan cinta yang sangat praktis dan pragmatik. Seseorang yang memilih gaya cinta ini mencari orang yang dapat mengisi beberapa kondisi atau orang yang sangat rasional dan memiliki kualitas objektif yang diperlukan bagi rekan yang sesuai.
5. Mania. Gaya ini hampir sama dengan eros yang melibatkan nafsu emosi dan obsessive focus pada salah satu pasangan cintanya. Namun, di mania, pengalaman cinta selalu terlihat berupa penderitaan.
6. Agape. Agape ini tidak meminta apapun dari pasangannya dan berorientasi pada cara memberi bukan pada menerima.

Mereka melakukan penelitian ini dengan menggunakan 57 pasangan kencan dimana mereka melihat kumpulan antara love styles, kepuasan hubungan dan stabilitas terhadap hubungan (Hendrick, Hendrick & Adler, 1988). Mereka menemukan bahwa seseorang yang memilih gaya cinta memiliki kaitan dengan daya tarik dan kepuasan. Pertama, mereka menemukan pasangan menunjukkan kemiripan love style mereka. Kedua, mereka juga menemukan bahwa kepuasan yang lebih tinggi terhadap suatu hubungan terkait dengan angka yang lebih tinggi pada gaya eros baik bagi pria maupun wanita. Bagi siapapun, gairah terkait dengan kepuasan. Di sisi lain, ludus merupakan prediktor negatif bagi pria, dan gaya mania merupakan prediktor negatif bagi wanita. Hendrick juga menemukan bukti bahwa love style diekspresikan oleh wanita dalam sebuah hubungan yang barangkali lebih penting bagi kepuasan pasangannya daripada style si pria terhadap kepuasan si wanita. Pada akhirnya, stabilitas hubungan yang lebih dari dua bulan periode terkait dengan eros yang lebih banyak dan ludus yang lebih sedikit bagi pria dan wanita.

Sternberg’s Love Triangle

Perspektif multidimensional yang seringkali disebut adalah triangular theory of love dari Sternberg. Ia berkata bahwa semua pengalaman cinta dibangun pada tiga komponen, yakni: passion, intimacy dan commitment.

Passion yang merupakan respon emosi yang intensif terhadap oranglain adalah eros love style. Intimacy yakni kehangatan, kedekatan dan perasaan berbagi tentang diri dalam sebuah hubungan. Commitment adalah sebuah keputusan untuk merawat hubungan. Dari beberapa hal yang disebutkan diatas, 3 tipe cinta tunggal dapat digambarkan: infatuation (hanya nafsu), liking (hanya keintiman), dan empty love (hanya komitmen).

Dengan menggabungkan 2 tipe, salah satu akan mendapatkan 3 tipe cinta yang lain: romantic love (keintiman + nafsu), companionate love (keintiman + komitmen) dan fatuous love (nafsu + komitmen). Pada akhirnya consummate love adalah nafsu + komitmen + keintiman. Tentu saja, sebagian besar orang berharap consummate love dalam kehidupannya.

Sternberg mengatakan bahwa tiga komponen cinta seringkali memiliki perkembangan yang berbeda terhadap lifespan. Pada awal sebuah hubungan, nafsu sangat tinggi. Seiring dengan berlalunya waktu, nafsu akan menurun. Strenberg percaya bahwa keintiman, di salah satu sisi akan tetap menaikkan seluruh hubungan. Komitmen barangkali akan dimulai dengan sangat lambat namun meningkat selama kurun waktu sampai mencapai poin tertinggi dan kemudian menetap. Dalam model Sternberg, sebagian besar hubungan dimulai dengan gila-gilaan dan berakhir sebagai companionate love (Sternberg, 1986). Bagaimanapun, penelitian baru-baru ini menyebutkan bahwa model ini barangkali dibiaskan oleh umur yang tidak kentara. Penelitian pada orang-orang tua menemukan bahwa aktivitas seksual dan ketertarikan seksual tertinggal sangat kuat pada umur 70an dan 80an (lihat Belsky, 1997). Jadi, consummate love lebih sering terdapat di hubungan yang sudah berjalan lama dari yang dipercayai ternberg. Akhirnya, Sternberg tidak mengatakan bagaimana cara menerima consummate love, namun idenya memberikan penegasan tentang bagaimana tipe emosi yang berbeda dipotong secara bersamaan dibawah garis besar ”cinta”.

Cinta sebagai Prototip atau Cita-cita

Teori-teori yang implisit tentang cinta memandangnya sebagai satu pengalaman yang sangat pribadi dimana orang mendefinisikan ide-ide mereka sendiri tentang cinta. Model-model ini mencoba membahas pertanyaan tentang bagaimana kita tahu ketika perasaan yang kita miliki untuk orang lain benar-benar cinta. Dari perspektif ini, jawabannya adalah bahwa kita membandingkan perasaan kita sekarang ini dengan standar atau cita-cita dan melihat seberapa dekat keduanya cocok.

Penelitian menemukan bahwa aspek utama dari prototip kita tentang cinta tampaknya adalah intimasi, nafsu, dan komitmen (Fehr, 1988). Meskipun hal ini tampak mengatakan hal yang sama seperti model Sternberg, perhatian bahwa ada perbedaan. Sebagai contoh, dua orang sahabat mungkin keduanya memandang cinta sebagai gabungan antara intimasi, nafsu, dan komitmen, tetapi cara intimasi, nafsu, dan komitmen harus diungkapkan untuk menyesuaikan dengan “cinta ideal” masing-masing orang mungkin agak berbeda. Dengan kata lain, yang menyalakan rasa nafsu pada seseorang mungkin agak berbeda dibandingkan apa yang memancarkan nafsu pada orang lain.

Hirarki Cinta

Barnes dan Sternberg (1997) menunjukkan berbagai perspektif tentang cinta, dan membawa beberapa urutan ke jenis-jenis yang berbeda dari klasifikasi hirarkial tipe-tipe cinta yang diteliti..

Mereka menemukan tiga level makna yang disusun secara hirarkis dimana orang menerapkannya pada cinta. Di level terendah dalam hirarki mereka mereka menyebutkan delapan kelompok yang mendeskripsikan kualitas-kualitas orang yang dinilai dalam hubungan mereka: kepercayaan, ketulusan, saling pemahaman, kompatibilitas, pemenuhan, seksualitas, intimasi, dan kebutuhan bersama. Level selanjutnya yang lebih tinggi terdiri dari “kompatibilitas” (lima sifat pertama dalam daftar) dan “nafsu” (tiga sifat terakhir). Mereka mendeskripsikan kompatibilitas sebagai faktor “hangat” yang memungkinkan komitmen atas waktu dan perasaan perkawanan, persahabatan, dan penghormatan (yaitu, cinta pertemanan). Nafsu, faktor “panas” yang mendefinisikan perasaan hasrat, percintaan, dan kebutuhan seksual (yaitu, cinta nafsu). Level tertinggi adalah faktor tunggal yang disebut cinta. Analisis mereka menunjukkan bahwa yang disebut “cinta” bisa dideskripsikan dalam sejumlah level dengan jumlah emosi dan komponen perilaku.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images